Masih Enggan berlalu
Dalam diam bayang malam
Dalam ilusi mimpi yang mati
Semua masih lebur dalam dendam
Semua masih tentang sesal hati
Ditepi fiksi nyata yang sulit kumengerti
Dideru ombak yang kejam menanti jiwa
Bayang semu yang masih enggan pergi
Ruang rindu yang berdasar hampa
Aku hanyalah manusia bodoh yang lari dari kenyataan
Aku yang hancur dalam kisah semu yang seolah nyata
Aku dan hanya aku yang terperangkap dalam mimpi
Aku dan selalu aku yang terjebak dalam skenario hidup
Kemana akan kuayunkan ayunan tangan yang mengepal dendam
Kemana akan kubenturkan seonggok langkah penuh sesal
Kemana akan kulebur sebongkah bara penuh amarah
Akupun masih mencari dalam hampa dampar yang jenuh
Ya Rabb...
Aku masih tertunduk gundah diatas sajadah panjang
Aku masih hilang bentuk dalam fana
Dengarlah mista yang datang dari dusta
Sajak Terbaru
Sabtu, 28 Juni 2014
Elegi jiwa
ELEGI JIWA
Dalam diam aku masih tersandar di tepi senja
Dan ku tak tahu jawabnya.. kemana langkah mesti berpijak?
Dalam diam pula aku tertunduk di tepi luka
Dan dengan nista nyata yang mencuat dalam sendu
Tertusuk oleh hari-hari kelabu
Tertunduk di samping gubuk pilu
Semua tak jua lekang dari hampa
Tak lekang jua duka nestapa
Langkah telah gontai lelah
Dan semua hanya retorika
Aku tak mampu mengangkat tungkai bergerakku
Tak mampu jua membaca lembaran suram fakta
Terhenti ayunan langkah gontai ini
Terhenti kepalan tangan di sini
Dan terkubur dalam kisahku
Dalam elegi jiwa nestapa
Dalam diam aku masih tersandar di tepi senja
Dan ku tak tahu jawabnya.. kemana langkah mesti berpijak?
Dalam diam pula aku tertunduk di tepi luka
Dan dengan nista nyata yang mencuat dalam sendu
Tertusuk oleh hari-hari kelabu
Tertunduk di samping gubuk pilu
Semua tak jua lekang dari hampa
Tak lekang jua duka nestapa
Langkah telah gontai lelah
Dan semua hanya retorika
Aku tak mampu mengangkat tungkai bergerakku
Tak mampu jua membaca lembaran suram fakta
Terhenti ayunan langkah gontai ini
Terhenti kepalan tangan di sini
Dan terkubur dalam kisahku
Dalam elegi jiwa nestapa
Kamis, 12 Juni 2014
Bertemakan "sahabat masa kecil"
Kita sang pengelana
Di semenanjung tepi pantai berbalut ombak mimpi
Di atas gemeretak tanah dengan pekik desir kemarau
Di tanah savana nun jauh dari bingar kota
Di bawah rindang nyanyian merdu beringin tua
Di sana kita goreskan harapan... angan... mimpi... cita-cita
Gelak tawa hiasi dekorasi ruang sederhana kita
Ruang berlari kita saat masih bicara terbata-bata
Tangan kecil kita masih terampil mainkan harmoni tawa bapak ibu kita
Kaki kecil kita menari bebas dengan kulit bundar pemberian bapakku
Di sana kita berlayar, hinggap, merapat di dermga memori
Pagi damai selimut bising celoteh murai
Nafasku telah bertengkar dingin embun
Langkahku bengal mencuri waktu
Tibalahku di depan tumpukan kayu teduhmu
Kita bersenda gurau di bentangan tanah subur milik tuhan
Kini hari itu pergi tanpa permisi
seragam sekolah telah membalut raga sang pengelana
kadang kita ragu, kadang kita berkawan pada seteru
Namun, tak sedikitpun di usiknya kita punya masa lalu
Waktu? Ya! Apa? Dia tak izinkan!
Sahabat masa kecilku...
Kini semenanjung kita telah banyak dihuni orang
Kini gemeretak tanah kita telah kokoh di atas kotak-kotak bata beton
Kini beringin tua itu telah tiada
Kini rinduku melalangbuana mencari namamu, sahabat kecilku...
Rabu, 11 Juni 2014
Tentang masa lalu
Takdir, hampa, putus asa dan masa lalu
Takdir, akhirnya berteriak pilu
mengekangku dalam dinding waktu
membangunkanku dari harap lalu
mengintai di samping raga yang kaku membisu
yang coba hapus sang masa lalu
Putus asa, itu juga yang menelan pinta
musnah harap di tepi senja
lenyap mimpi di gulung debur ombak sunyi
menantang di atas raga tak mampu tegak berdiri
nan mati merantai hati
Hampa, hanya itu makna tersisa
setitik kenangan kadang menghantui
berkawan nista dusta memutus harap
segenap tanya masih menyiksa
bersama guyuran rindu tak terucap
aku ingin masuk ke dimensi lalu
bersama bergulir menghitung pedih kenangan semu
nan masih terselip dalam kelam ruang rindu
dan riuh redam genderang khayal deras bertabu
Namun... raga tak mampu untuk menentang sang waktu
Senin, 02 Juni 2014
Puisi Hymne
"Daku tanpa do'aku"
Dalam diam kelam debu sesak menusuk batin..
Sunyi masih meremas hati menderu kian menyiksa..
Duri khilaf masih tertancap sepi hati berkalang hampa..
Teringat daku terikat janji ternoda dosa..
Langit menganga mencabik hati penuh nista fana..
Daku merangkak, terhempas, tergulung ombak kelam jiwa..
Daku cari tuhan.. Mana kaki-Mu? Mana kaki-Mu?
Terlalu letih lemah tak berdaya di bantai emosi tiada henti..
Di telan deru luka ketika sayap patah tergerai.. Hancur.. Lebur..
Daku tersesat kemana lumuran raga dosa jiwa daku bawa..
Raih do'aku Tuhan Peluk daku nan menangis di himpit dunia..
Daku hilang dalam lautan nista penuh palung berdasar hina..
Emosi nan kian membumbung lebur terkoyak bentuk..
Daku kecil, Tuhan.. Daku hina, Tuhan..
Daku tanpa cinta-Mu, Daku tanpa Do'aku..
Dalam diam kelam debu sesak menusuk batin..
Sunyi masih meremas hati menderu kian menyiksa..
Duri khilaf masih tertancap sepi hati berkalang hampa..
Teringat daku terikat janji ternoda dosa..
Langit menganga mencabik hati penuh nista fana..
Daku merangkak, terhempas, tergulung ombak kelam jiwa..
Daku cari tuhan.. Mana kaki-Mu? Mana kaki-Mu?
Terlalu letih lemah tak berdaya di bantai emosi tiada henti..
Di telan deru luka ketika sayap patah tergerai.. Hancur.. Lebur..
Daku tersesat kemana lumuran raga dosa jiwa daku bawa..
Raih do'aku Tuhan Peluk daku nan menangis di himpit dunia..
Daku hilang dalam lautan nista penuh palung berdasar hina..
Emosi nan kian membumbung lebur terkoyak bentuk..
Daku kecil, Tuhan.. Daku hina, Tuhan..
Daku tanpa cinta-Mu, Daku tanpa Do'aku..
Langganan:
Postingan (Atom)